Dengan memohon taufik dan pertolongan Allah…
Sebuah surat yang senantiasa dibaca oleh kaum muslimin. Surat yang ringkas tetapi sarat akan makna dan pelajaran berharga bagi manusia. Surat al-Fatihah, inilah surat yang pertama kita baca di dalam mus-haf al-Qur’an. Surat yang paling agung dan disebut sebagai induk dari al-Qur’an.
Di dalam surat ini Allah menuntun kita untuk senantiasa memuji dan menyanjung serta mengagungkan-Nya. Mengingatkan kita akan keluasan rahmat dan kekuasaan Allah atas seluruh ciptaan-Nya. Allah sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta. Yang rahmat-Nya begitu luas mencakup segala sesuatu. Allah merahmati siapa yang dikehendaki-Nya dan akan menghukum siapa yang dikehendaki-Nya. Allah sebagai penguasa pada hari pembalasan. Yang pada hari itu semua penguasa dan raja tidak lagi memiliki kekuasaannya.
Di dalam surat ini Allah menuntun kita untuk senantiasa menghamba kepada Allah dan meninggalkan segala bentuk sesembahan selain-Nya. Kita tidak boleh menujukan ibadah kecuali kepada-Nya. Kita pun tidak memohon pertolongan kecuali kepada-Nya. Kita sandarkan hati kepada Allah dan menggantungkan harapan kepada-Nya, tidak kepada selain-Nya. Kita juga dibimbing untuk selalu berdoa kepada Allah meminta petunjuk dan hidayah Islam. Hidayah berupa ilmu dan amalan. Hidayah agar bisa meniti jalan kebenaran dan terhindar dari kesesatan dan penyimpangan.
Hal ini menunjukkan bahwa kita sangat butuh untuk memahami kandungan dan faidah yang tersimpan di dalam surat al-Fatihah. Agar kita bisa mengambil kebaikan dan keberkahan dari ayat-ayat Allah dan merenungkan makna yang terkandung di dalamnya. Dan pada akhirnya hal itu akan semakin memperkuat keimanan kita kepada Allah dan mengingatkan kita akan negeri akhirat. Di dalam risalah ini -dengan memohon taufik dari Allah- penulis berusaha untuk merangkum kembali dan menyajikan faidah-faidah yang tersimpan di dalam surat al-Fatihah.
Semoga Allah menjadikan amal kami ikhlas karena-Nya dan menjadikan tulisan ini bermanfaat bagi manusia. Kepada Allah semata kami bersandar dan kepada-Nya kami mengharapkan pahala.
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Ditulis di Yogyakarta, 2 Shafar 1441 H / 1 Oktober 2019
di Wisma Muslim al-Mubarok -semoga Allah melimpahkan berkah atasnya-
Bagian 1.
Mengenal Aqidah Islam
Diantara pelajaran yang sangat berharga dari surat al-Fatihah ini adalah kandungan ilmu aqidah. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa aqidah di dalam agama sebagaimana pondasi dalam sebuah bangunan. Oleh sebab itu dakwah Islam di sepanjang masa selalu memperhatikan perkara aqidah dan memprioritaskan dakwah tauhid untuk umat manusia.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36)
Allah juga berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Kami utus sebelum kamu -Muhammad- seorang rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku saja.” (al-Anbiya’ : 25)
Demikian pula dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mekah pada awal masa beliau diutus sebagai rasul, maka dakwah tauhid itulah yang menjadi pusat perhatian dan pokok penekanan. Ayat-ayat yang turun sebagian besar membicarakan tentang aqidah, keimanan, tauhid, dan penetapan akan adanya hari kebangkitan. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan dan perbaikan kondisi masyarakat perlu dilakukan secara bertahap, dimulai dari perkara yang paling penting dan paling mendasar yaitu masalah aqidah.
Di dalam al-Fatihah telah tercakup penjelasan secara global mengenai pokok-pokok aqidah, diantaranya adalah keimanan kepada Allah; tentang keesaan Allah dalam hal rububiyah-Nya. Bahwa Allah sebagai satu-satunya pencipta, penguasa, dan pemelihara alam semesta. Inilah yang sering disebut oleh para ulama dengan istilah tauhid rububiyah. Mengakui bahwa Allah semata yang mengatur, menciptakan dan menguasai alam semesta. Dan ini telah tercakup dalam ayat yang berbunyi ‘alhamdulillahi rabbil ‘alamin’ yang artinya, “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.”
Keyakinan bahwa Allah sebagai Rabb/penguasa dan pengatur alam inilah yang menjadi landasan perintah untuk beribadah kepada Allah. Sebagaimana Allah jelaskan dalam ayat (yang artinya), “Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian; Yang telah menicptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (al-Baqarah : 21). Maksudnya, apabila kalian telah mengakui bahwa hanya Allah yang menciptakan dan mengatur alam ini sudah semestinya kalian pun beribadah kepada Allah semata, tidak kepada selain-Nya…
Inilah yang kita kenal dengan istilah tauhid; yaitu beribadah kepada Allah dan meninggalkan sesembahan selain-Nya. Dan hal ini juga terkandung di dalam al-Fatihah yaitu pada ayat yang berbunyi ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ yang artinya, “Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” Inilah kandungan dari kalimat laa ilaha illallah. Tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah. Allah berfirman (yang artinya), “Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah -sesembahan- yang benar, sedangkan apa-apa yang mereka seru selain Allah adalah -sesembahan- yang batil.” (al-Haj : 62)
Wajibnya mengesakan Allah dalam beribadah disebut juga dengan istilah tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Inilah materi paling pokok dan pelajaran paling penting yang harus disampaikan oleh seorang da’i. Sebagaimana hal itu telah diwasiatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, “Hendaklah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari)